Rehat Sejenak

 



Aku mau jujur sedikit.

Akhir akhir ini kondisiku sedang tidak baik baik saja. Skizoku lagi naik turun, dan sayangnya lebih sering turunnya. Gejalanya makin terasa, makin mengganggu, makin sulit diabaikan. Ada hari hari di mana aku bahkan capek hanya untuk menjelaskan ke diriku sendiri kenapa rasanya berat sekali bernapas.

Aku bangun pagi dengan kepala yang sudah ramai. Padahal belum ada apa apa. Tidak ada masalah besar. Tidak ada kejadian buruk. Tapi pikiranku seperti sudah berlari jauh ke segala arah. Cemas datang tanpa permisi. Takut muncul tanpa alasan. Badan ikut tegang seolah ada bahaya yang mengintai, padahal aku hanya duduk diam di kamar.

Jujur saja, aku lelah.
Lelah berpura pura baik baik saja.
Lelah harus selalu terlihat kuat.
Lelah harus menjawab pertanyaan sederhana seperti apa kabar dengan senyum yang dipaksakan.

Maka kalau belakangan ini aku jadi lebih sering menjauh, tolong jangan salah paham. Aku tidak pergi. Aku tidak menghilang. Aku hanya sedang menarik diri sebentar supaya tidak benar benar tumbang. Aku minta maaf kalau harus menjaga jarak, kalau balas pesan jadi lama, kalau aku tidak bisa hadir seperti biasanya.

Untuk sementara, aku hanya ingin berinteraksi dengan sahabat sahabatku saja. Orang orang yang sudah paham tanpa perlu banyak penjelasan. Orang orang yang tidak menuntutku untuk selalu stabil. Orang orang yang tidak panik ketika aku diam atau tiba tiba ingin sendiri. Bersama mereka, aku bisa bernapas lebih lega.

Aku tidak sedang membenci dunia.
Aku hanya sedang kelelahan menghadapinya.

Kadang aku merasa bersalah karena memilih menjauh. Takut dibilang berubah. Takut dianggap sombong. Takut disalahartikan. Tapi kalau aku terus memaksakan diri, aku tahu akibatnya akan jauh lebih buruk. Aku bisa kehilangan diriku sendiri, dan itu yang paling aku takuti.

Aku sedang belajar jujur sama diriku sendiri. Belajar mengakui batasan. Belajar berhenti sebelum terlalu hancur. Ini bukan hal yang mudah, apalagi di dunia yang sering menganggap istirahat sebagai kelemahan.

Di tengah semua kekacauan ini, aku punya harapan kecil yang terus kupegang. Harapan yang mungkin terdengar sederhana, tapi sangat berarti buatku.

Semoga ada sembuh ketika aku berani menemukan luka.
Bukan sembuh yang instan, bukan sembuh yang dipaksakan. Tapi sembuh yang datang pelan pelan, setelah aku benar benar berani menatap apa yang selama ini kuhindari. Aku tidak ingin lari terus. Aku hanya ingin punya cukup tenaga untuk menghadapi.

Semoga aku bisa menemukan tenang ketika cemas datang. Karena cemas itu licik. Ia datang tanpa aba aba, membesar besarkan ketakutan, membuat hal kecil terasa seperti akhir dunia. Aku berharap suatu hari nanti aku bisa duduk diam, menarik napas, dan berkata ke diriku sendiri bahwa aku aman, setidaknya untuk saat ini.

Semoga aku tidak terlalu mudah khawatir dan takut. Karena terlalu sering aku mencuri kebahagiaan hari ini dengan ketakutan tentang hari esok. Padahal belum tentu semua yang kutakuti benar benar terjadi. Aku ingin belajar percaya lagi, meski sedikit.

Semoga aku bisa menemukan apa yang selama ini kucari.
Entah itu ketenangan, rasa aman, atau sekadar perasaan cukup. Aku tidak selalu tahu apa yang kuinginkan dari hidup ini, tapi aku tahu aku ingin hidup dengan lebih ringan.

Dan semoga aku juga bisa menemukan hal hal baik.
Hal hal kecil yang sering luput. Cahaya pagi. Kopi hangat. Lagu lama. Obrolan singkat yang jujur. Aku ingin mengumpulkan kebaikan kebaikan kecil itu, menyimpannya, menjadikannya pegangan ketika hari terasa terlalu berat.

Supaya aku bisa terus belajar menjadi versi diriku yang lebih baik. Bukan lebih sempurna, tapi lebih sadar. Lebih peduli pada diri sendiri. Lebih berani bilang cukup ketika memang sudah cukup.

Aku capek hidup dengan stigma. Capek harus terus membuktikan bahwa aku tidak berbahaya. Capek harus terlihat normal di mata orang orang yang tidak pernah benar benar ingin mengerti. Skizofrenia bukan cerita horor. Ia adalah perjuangan sehari hari yang sering kali sunyi dan melelahkan.

Plisss... Menjauh sebentar ini bukan berarti aku berubah.
Ini justru caraku bertahan. Caraku menjaga sisa tenaga yang kupunya. Aku mundur selangkah supaya aku tidak jatuh lebih dalam.

Aku tidak tahu kapan kondisi ini akan membaik. Aku tidak tahu kapan pikiranku akan terasa lebih tenang. Tapi aku tahu satu hal. Aku masih ingin hidup. Aku masih ingin sembuh. Aku masih ingin menemukan makna hidup, Itu aja.

Kalau suatu hari aku kembali lebih banyak muncul, aku ingin kembali sebagai diriku yang lebih jujur. Yang tidak lagi memaksakan diri. Yang lebih berani menjaga kesehatan mentalnya sendiri.

Untuk sekarang, izinkan aku menepi sebentar.
Aku tidak baik baik saja, tapi aku sedang berusaha. Dan hari ini, itu sudah cukup.


Yogyakarta, 28 Desember 2025

Komentar

Postingan Populer